MAKALAH CIVIL
SOCIETY
TENTANG
KEBIJAKAN
PEMERINTAH TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA
Oleh
:
SYUKRI
PUTRA
KHOIRONI
EMILYA
TRINITA
SIMBOLON
JULIANDA
WAHIDIN
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKKANBARU
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberikan berkatnya sehingga penulis telah menyiapkan makalah
ini dengan judul Makalah Pengelolaan Taman Nasional. Dalam
penulisan ini telah banyak mendapat pentunjuk dari berbagai pihak, sehingga
dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat,
dan kita juga menyadari adanya kekurangan dalam penulisan makalah tersebut,
maka dari itu kami perlu saran dan kritik untuk membangun kesempurnaan tugas.
Terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan tersebut sehingga tersusunnya makalah ini dari
awal hingga akhir.
Pekanbaru
8 Desember 2013
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
2.1.... Pengertian
Taman Nasional.............................................................................. 3
2.2.... Rencana
Pengelolaan Taman Nasional............................................................. 5
2.3.... Persoalan-persoalan Pengelolaan...................................................................... 5
2.4.... Manfaat
Taman Nasional.................................................................................. 7
2.5.... Perencanaan Pengelolaan Taman Nasional....................................................... 7
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 9
3.1 ... Kesimpulan....................................................................................................... 9
3.2.... Saran................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Masalah Pedagang Kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai
di setiap daerah di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus
saja berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan
PKL kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan
visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan
kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K. Oleh karena itu PKL
seringkali menjadi target utama kebijakan – kebijakan pemerintah kota, seperti
penggusuran dan relokasi.
Hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks karena
akan menghadapi dua sisi dilematis. Pertentangan antara kepentingan hidup dan
kepentingan pemerintahan akan berbenturan kuat dan menimbulkan friksi diantara
keduanya. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya tidak memiliki keahlian
khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang memprihatinkan,
dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi diantaranya kurangnya modal,
tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian ditambah dengan berbagai aturan
seperti adanya Perda yang melarang keberadaan mereka. Melihat kondisi seperti
ini, maka seharusnya semua tindakan pemerintah didasarkan atas kepentingan
masyarakat atau ditujukan untuk kesejahtraan rakyat atau dalam hal ini harus
didasarkan pada asas oportunitas.
1.2
Rumusan
Masalah
Permasalahan yang akan dianalisis oleh penulis adalah:
1.
Pengertian pedagang kaki lima?
2.
Masalah keberadaan pedagang kaki lima?
3.
Apa sajakah kebijakan– kebijakan yang dibuat
pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima itu?
4.
Persepsi masyarakat terhadap PKL?
5.
Dampak positif dari hadirnya PKL?
6.
Dampak negatif dari hadirnya PKL?
7.
Perlindungan hukum?
8.
Harapan masyarakat kedepannya?
1.3
Tujuan
Masalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.
Untuk mendeskripsikan pengertian dari Pedagang Kaki
Lima.
2.
Untuk mendeskripsikan alasan dipermasalahkannya
Pedagang Kaki Lima oleh pemerintah.
3.
Untuk mendeskripsikan kebijakan – kebijakan yang
dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima.
4.
Persepsi Masyarakat
terhadap PKL
5.
Perlindungan Hukum
6.
Harapan Masyaraat
kedepannya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah
untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah
itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua
kaki pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda
atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk
pedagang di jalanan pada umumnya.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa
penjajahan kolonial Belanda. Peraturan
pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun
hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar luas untuk pejalan
adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
Dari hasil
penelitian oleh soedjana (1981) secara spesifik yang di maksud pedagang kaki
lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk di jual
diatas trotoar atau tepi/ di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan
/pertokoan,pusat rekreasi atau hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan,
baik secara menetap ataupun tidak menetap, berstatus tidak resmi atau setengah
resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.
Dari segi
ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL dapat diserap
tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam mendapatkan
penghasilan. Dari segi sosial dapat dilihat jika kita
rasakan bahwa keberadaan PKL dapat menghidupkan maupun meramaikan suasana. Hal
ini menjadi daya tarik tersendiri, selain itu dalam segi budaya, PKL membantu
suatu kota dalam menciptakan budayanya sendiri.
2.2 Masalah
Keberadaan Pedagang Kaki Lima
PKL keberadaannya memang selalu dipermasalahkan oleh
pemerintah karena ada beberapa alasan, yaitu diantaranya:
- Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.
- PKL membuat tata ruang kota menjadi kacau.
- Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.
- Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.
- PKL menyebabkan kerawanan sosial.
Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara
pengusaha yang membayar pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak
membayar pajak resmi (walaupun mereka sering membayar ”pajak tidak resmi”),
contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar dengan berbagai pertimbangan memilih
melakukan kegiatan ekonominya secara informal dengan menyebarkan. Berkembangnya
PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun ekonomi yang terlihat dari rendah
dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak berkembangnya usaha –usaha di sektor
riil yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran yang
sampai saat ini diprediksi kurang lebih 40 juta penduduk sedang menganggur yang
menjadi perhatian kita, Seandainya pemerintah punya komitmen yang kuat dalam
mensejahterakan masyarakatnya harus menyiapkan dana khusus sebagai jaminan PKL
yang digusur untuk memulai usaha baru ditempat lain.Mengingat PKL yang digusur
biasanya tanpa ada ganti rugi karena dianggap illegal.
Bagaimanapun juga PKL adalah juga warga negara yang
harus dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya, berserikat dan
berkumpul. Seperti tercantum dalam UUD 45 Pasal
27 ayat (2): Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, dan Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha
kecil : Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan
menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
Menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi
di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian
rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang
kaki lima, serta lokasi lainnya. Memberikan bantuan konsultasi hukum dan
pembelaan.
Contoh kasus penanganan pedagang kaki lima di jakarta
(PKL tanah abang).
2.3
Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Masalah PKL
Fenomena PKL dan masalah – masalah yang ditimbulkan
PKL seperti yang telah diuraikan di atas, dianggap menyulitkan dan menghambat
pemerintah untuk mewujudkan sebuah kota yang bersih dan tertib salah satunya,
walaupun pemerintah telah membuat kebijakan Perda untuk melarang keberadaan
PKL, faktanya jumlah PKL malah semakin banyak. Dan tentu kebijakan Perda
tersebut memenuhi banyak kontra dari para PKL karena kebijakan pemerintah itu
dianggap tidak tepat, tidak adil dan merugikan para PKL Kemudian yang
menambah daftar panjang permasalahan PKL ini adalah pendekatan yang dilakukan
pemerintah dalam praktiknya banyak menggunakan kekerasan. Pendekatan kekerasan
yang akan dilakukan pemerintah justru akan menjadi boomerang bagi pemerintah itu sendiri, sehingga akan timbul
ketidakstabilan, anarkisme dan ketidaktentraman yang dampaknya justru akan menurunkan
citra pemerintah sebagai pembuat kebijakan , yang paling menarik menurut kami
dari adanya permasalahan PKL ini adalah karena PKL menjadi sebuah dilema
tersendiri bagi pemerintah.
Di satu sisi
PKL sering mengganggu tata ruang kota, disisi lain PKL menjalankan peran
sebagai Shadow Economiy. Kita
juga harus melihat bahwa PKL memiliki beberapa segi positif, salah satunya
adalah memberikan kemudahan mendapatkan barang dengan harga terjangkau. Apabila
Indonesia ingin bebas dari PKL maka pemerintah harus memberikan lapangan
pekerjaan yang layak dan lebih baik kepada para PKL tersebut, dan juga
memberikan alternatif tempat membeli barang dengan harga yang murah khususnya
pada warga golongan menengah bawah. Apabila masyarakat dipaksakan untuk membeli
barang yang harganya lebih tinggi daripada membeli di PKL maka daya beli
masyarakat akan berkurang dan akan merembet pada bidang lain terutama kesehatan
dan pendidikan.
Apabila kita
berbicara mengenai kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah pasti mempunyai
alas hak (aturan hukum) atau didasarkan pada asas legalitas, yaitu bahwa
pemerintah tunduk pada undang-undang.
Kebijakan
publik mempunyai arti serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan
atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
Berbicara mengenai kebijakan pemerintah berarti
di sini adalah segala hal yang diputuskan pemerintah. Definisi ini menunjukkan
bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat
mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan terdapat dua model pembuatan, yang
bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses pembuatan
kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga
kebijakan tidak bersifat satu arah.
Kembali pada persolan pertama, bahwa pemerintah dalam
hal ini memiliki suatu kebijakan untuk menangani masalah PKL, yaitu suatu
kebijakan yang melarang keberadaan PKL dengan dikeluarkannya Perda (Peraturan
Daerah). Pemerintah Kota/daerah mengeluarkan kebijakan yang isinya antara lain
.
1)
Pedagang Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan berupa
kios-kios.
2)
Kios kios tersebut disediakan secara gratis.
3)
Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi
4)
Bagi Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah keputusan
ini dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan
relokasi tersebut merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL.
Karena dengan adanya kios – kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak
perlu membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan memperhatikan
aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan modal usaha.
Pemerintah merasa telah melakukan hal yang terbaik dan bijaksana dalam
menangani keberadaan PKL.
Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik
bagi para PKL. Namun, Pasca relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki lima yang
diwadahi dalam suatu paguyuban melakukan berbagai aksi penolakan terhadap
rencana relokasi ini. Kebijakan Relokasi ini tidak dipilih karena adanya asumsi
bahwa ada kepentingan dalam kebijakan ini yaitu;
Pertama dalam membuat agenda kebijakannya pemerintah
cenderung bertindak sepihak sebagai agen tunggal dalam menyelesaikan persoalan.
Hal tersebut dapat dilihat dari tidak diikut sertakan atau dilibatkannya
perwakilan pedagang kaki lima ke dalam tim yang ‘menggodok’ konsep relokasi.
Tim relokasi yang selama ini dibentuk oleh Pemerintah hanya terdiri dari
Sekretaris Daerah, Asisten Pembangunan, Kepala Dinas Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi, serta Dinas Pengelolaan Pasar.
Kedua adanya perbedaan persepsi dan logika dalam
memandang suatu masalah antara pemerintah dengan pedagang kaki lima tanpa
disertai adanya proses komunikasi timbal balik diantara keduanya. Dalam proses
pembuatan kebijakan, Pemerintah seringkali menggunakan perspektif yang teknokratis,
sehingga tidak memberikan ruang terhadap proses negosiasi atau sharing
informasi untuk menemukan titik temu antara dua kepentingan yang berbeda.
Selama ini, pedagang kaki lima menganggap Pemerintah Kota tidak pernah
memberikan rasionalisasi dan sosialisasi atas kebijakan relokasi yang
dikeluarkan, sehingga pedagang kaki lima curiga bahwa relokasi tersebut
semata-mata hanya untuk keuntungan dan kepentingan Pemerintah Kota atas proyek
tamanisasi. Selain itu, tidak adanya sosialisasi tersebut mengakibatkan ketidak
jelasan konsep relokasi yang ditawarkan oleh pemerintah, sehingga pedagang kaki
lima melakukan penolakan terhadap kebijakan relokasi.
2.4 Persepsi Masyarakat terhadap
PKL
Responden yang
diperoleh dari wawancara menyatakan pendapat yang berbeda-beda.
Diantaranya, ada masyarakat yang beranggapan bahwa keberadaan PKL di perkotaan
bisa kita katakan tidak teratur, umunya mereka tidak tertib dan jorok karena mereka berjualan di trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan
penyebrangan, bahkan dibadan jalan,sehingga menjadi/ penyebab kemacetan lalu
lintas atau pun merusak keindahan kota.
2.5 Dampak Positif dari Hadirnya PKL
Pada umumnya barang-barang
yang diusahakan PKL memiliki harga yang tidak tinggi, tersedia di banyak
tempat, serta barang yang beragam, Sehingga PKL banyak menjamur di sudut-sudut
kota, karena memang sesungguhnya pembeli utama adalah kalangan menengah kebawah
yang memiliki daya beli rendah, Dampak positif terlihat pula
dari segi sosial dan ekonomi karena keberadaan PKL menguntungkan bagi
pertumbuhan ekonomi kota karena sektor informal memiliki karakteristik efisien
dan ekonomis.Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten
dan modal yang digunakan kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama
sekali tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang besar.
2.6 Dampak Negatif dari Hadirnya PKL
PKL mengambil ruang
dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau
terabaikan tetapi juga pada ruang yang jelas peruntukkannya secara formal. PKL secara illegal berjualan
hampir di seluruh jalur pedestrian,ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar
untuk mendatangkan konsumen.
Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
akibat keberadaan PKL tersebut. Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan
pejalan kaki berdesak-desakan, sehingga dapat timbul tindak
kriminal (pencopetan) Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir
jalan dan depan toko Dan sebagian dari
barang yang mereka jual tersebut mudah mengalami penurunan mutu yang
berhubungan dengan kepuasan konsumen.
2.7 Perlindungan
Hukum
Pasal 27 ayat (2) UUD 45: Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil. Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek
perlindunga, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan
untuk, menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi
pemberian lokasi dipasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi
pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi
pedagang kaki lima, sertalokasi lainnya. b. memberikan bantuan konsultasi hukum
dan pembelaan.Dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam menyikapi fenomena adanya pedagang kaki lima, harus lebih
mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil. Walaupun didalam Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan
Ketertiban) terdapat pelarangan Pedagang
Kaki Lima untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan badan jalan,
serta tempat-tempat yang bukan peruntukkannya.
2.8 harapan masyaraat kedepannya
Pemkot jakarta semestinya menempatkan di daerah yang tersedia infrastruktur yang
meliputi penyediaan air,listrik,dan tempat sampah yang baik untuk
pedagang warung makanan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Pemerintah menghadapai suatu tantangan besar untuk
mampu membuat kebijakan yang tepat untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima
atau yang lebih kita kenal dengan nama PKL. Pemerintah dalam hal ini belum
mampu menemukan solusi untuk menghasilkan kebijakan pengelolaan PKL yang
bersifat manusiawi dan sekaligus efektif.
2.
PKL yang dianggap illegal, mengganggu ketertiban kota
dan alasan –alasan lain yang mengharuskan pemerintah membuat suatu kebijakan
melarang keberadaan PKL. Tetapi sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari
satu sisi saja, PKL juga telah memaikan peran sebagai pelaku shadow economy.
PKL perlu diberdayakan guna memberikan kesejahteraan yang merata bagi
masyarakat. PKL merupakan sebuah wujud kreatifitas masyarakat yang kurang
mendapatkan arahan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan
arahan pada mereka, sehingga PKL dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan
kerugian pada eleman masyarakat yang lainnya.
3.
Melalui Peraturan Daerah yang jelas dan akuntabel maka
permasalahan sosial seperti PKL dapat dihindarkan. Dengan adanya kebijakan –
kebijakan alternatif yang baik untuk masyarakat (PKL) serta ruang partisipasi
yang dibuka seluas – luasnya d, maka akan menimbulkan sinergi yang baik antara
pemerintah dengan PKL dalam menghasilkan ataupun melaksanakan sebuah kebijakan.
Jadi sebetulnya apapun kebijakan yang dibuat pemerintah, yang paling penting
dan mendasar adalah mengenai kesejahtraan rakyat sebagaimana amanat Undang –
Undang Dasar 1945 bahwa negara berkepentingan untuk mensejahtrakan rakyat yang
dalam hal ini diwakilkan kepada pemerintah.
3.2
Saran
Penulis
menyadari bahwa materi yang penulis jelaskan masih terdapat banyak kekurangan.
Sehingga untuk mengetahui lebih luas tentang penanganan pedagang kaki lima dan
kebijakan dari pemerintah, pembaca dapat memperoleh dari berbagai sumber
lainnya, seperti buku, referensi, ataupun internet.
DAFTAR
PUSTAKA
HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo.
M. Irfan Islamy, ; 2004, Kebijakan Publik, , Jakarta: Universitas Terbuka.
http://kolumnis.com/2008/05/12/pedagang-kaki-lima-dan-lapangan-kerja-jabar.
0 komentar:
Posting Komentar